Alhudri terlalu sering dipahami sebagai sosok kontroversi. Padahal, ada sisi humanis yang membuat keturunan Reje Baluntara itu dilingkupi banyak doa.

Advertisement

Sisi humanis ayah tiga anak dari pasangan Malawani itu sangat terlihat saat dipercaya sebagai Kepala Dinas Sosial khususnya di masa Abu Doto maupun di masa Nova Iriansyah.

Berbagai kasus yang menyesakkan hati rakyat Aceh tidak sekedar menjadi perhatian Alhudri tapi juga mendapat tindak lanjut berupa perhatian, kepedulian, dukungan hingga pemulangan.

Kemampuannya membangun jejaring dan kerjasama serta taat pada arahan pimpinan membuatnya mampu menemukan jalan keluar hingga berbuah hasil.

Dan, ketika apa yang dilakukannya sukses, Alhudri senantiasa menghargai semua orang yang ikut ambil bagian, sekaligus mendedikasikan hasil kerjanya kepada atasan.

Tak pernah dirinya menonjolkan manuver yang dilakukannya untuk memastikan tuntutan banyak pihak bisa dicapai. Alhudri senantiasa mengedepankan berkat atasannya dengan kalimat sesuai dengan perintah atau arahan pimpinan.

Padahal, bagi orang-orang yang mengetahui dari dekat, banyak strategi dan taktik yang dilakukannya, melampuai sekedar arahan pimpinan. Dan, semua itu terjadi karena Alhudri senantiasa membuka diri dengan orang-orang yang sering bersamanya, berdiskusi, dan akhirnya diramunya menjadi solusi yang jitu.

Dan, menariknya saat keberhasilan dicapai maka publik otomatis akan memberi apresiasi kepada atasannya, bukan dirinya sendiri. Dirinya percaya bahwa jika atasannya mendapat apresiasi, maka dirinya dan tim lainnya sudah ada di dalamnya.

Sebaliknya, jika ada satu gerakan yang menimbulkan kritik dari publik maka dirinyalah siap memikul segenap konsekuensi dan tanggungjawab.

Disepanjang karirnya di Pemerintah Aceh, belum pernah ada peristiwa yang membuat atasannya diserang karena apa yang dirinya lakukan. Seluruh konsekuensi pekerjaan yang dapat menimbulkan kontroversi di publik dihadapi sendiri.

Dan, ternyata sisi humanis Alhudri tidak hanya menonjol saat dipercayai sebagai Kadis Sosial, tapi juga saat memimpin lembaga yang paling menyedot perhatian berbagai pihak di Aceh, yaitu Dinas Pendidikan.

Alhudri memimpin Dinas Pendidikan ketika lembaga itu sedang berada dalam keadaan oleng. Banyak mata publik menyoroti kinerja Dinas Pendidikan, termasuk kasus yang kerap diperbincangkan oleh publik luas yaitu kasus wastapel.

Namun, seiring waktu, dengan kesediaannya mengikuti arahan pimpinan, dan kemampuannya mengkonsolidasi daya juang dari kalangan internal, Alhudri tanpa ragu mengambil langkah cepat, tegas bahkan cenderung “keras” untuk memastikan harapan publik yang dititipkan kepada atasanya dapat dicapai, jika pun tidak sempurna tapi memiliki dampak yang nyata bagi dunia pendidikan di Aceh.

Terbukti, kontroversipun kerap muncul. Tapi, cara Alhudri mensikapi segenap kontroversi yang timbul terbilang cukup unik sehingga yang menguat di ruang publik justru capaian-capaian yang diraih Dinas Pendidikan. Akhirnya, kontroversi mereda seiring waktu.

Ini bukti bahwa Alhudri memiliki hubungan yang spesial dengan berbagai kalangan media sehingga siapapun dapat diajak secara langsung untuk melihat sendiri apa yang sedang dilakukannya.

Dan, sisi humanisnya sangat tampak kepada keberpihakannya kepada guru-guru, yang sehari-hari berdahapan dengan para murid di ruang kelas. Tanpa ragu dukungan maksimal diberikan untuk memastikan guru dan siswa mendapat ruang yang nyaman.

Begitu juga dangan siswa-siswa yang tidak mampu, tidak lagi terbuang dari perhatian sekolah. Pihak sekolah diajak untuk memastikan anak-anak dari keluarga yang tidak mampu tidak sampai putus sekolah.

Sekolah tidak dibiarkan menjadi institusi yang “kering” dari kesadaran humanis, dengan begitu, detak nadi institusi pendidikan pun berdenyut kembali. Dan, dampak dsri perhatian yang ekstra terhadap lingkungan sekolah membuat pendidikan Aceh dapat kembali merangkak prestasinya.

Memang, belum terlalu hebat dibanding provinsi lain namun publik tidak lagi larut dalam kritik keras terhadap anggaran pendidikan yang besar namun selalu dinilai tidak berdampak apa-apa, sebelumnya.

Dan, sebagai Dinas yang harus ikut memperhatian Sekolah Luar Biasa (SLB), Alhudri juga dengan sigap mengikuti arahan atasan untuk senantiasa memberi perhatian lebih kepada guru dan murid SLB.

Diberbagai pertemuan kunjungan tampak sangat nyata antusias Alhudri berdialog dengan guru SLB dan juga murid-muridnya agar tahu apa yang mesti didukung.

Berbagai kreativitas produk SLB ikut dipromosikan dan anak-anak SLB diberi kekuatan motovasi dengan cara berdialog dan bertatap muka dengan pimpinan.

Dan, di masa Alhudri jarak-jarak yang dahulu tidak terjangkau dan cenderung terlepas dari perhatian juga dikunjunginya hingga menghasilkan rumusan solusi yang mengharukan penduduk yang selama ini merasa dibaikan dari sisi layanan pendidikan.

Di luar kerjanya sebagai Kadis, Alhudri juga sosok humanis dengan berbagai kalangan. Dirinya siap berdiaog dan mendengar masukan serta memberi penjelasan bahkan dengan sosok paling kritis sekalipun.

Baginya, semua orang jika didengar, dipahami dan dimengerti apa yang sedang menjadi kegelisahannya pasti akan bisa dibangun hubungan baik. Jadi, tidak heran jika Alhudri memiliki banyak kawan bahkan dengan mereka yang sebelum berdialog dengannya dipenuhi ragam dugaan yang tak elok.

Meski Alhudridiliputi sisi humanis, putra kelahiran Negeri Gayo (Aceh Tengah) 22 November 1968 yang mengawali karirnya di Pemerintah Aceh sebagai Kepala Satpol PP dan WH Aceh (2014) ini juga dikenal sebagai sosok “petarung,” yang tidak kalah mental saat berhadapan dengan politik orang kota.

Alhudri tidak segan-segan mengimbangi mereka yang dicermatinya sedang melakukan manuver untuk menghentikan kerjanya. Namun, Alhudri tidak berputus asa apalagi sampai mengutuk diri dan orang lain, contoh ketika dirinya “kalah” atau tidak terpilih menjadi Pj Bupati Aceh Tengah.

Dan, sebagai sosok yang dilimpahi dengan doa, pertemanan, jejaring, dan dedikasi tanpa syarat untuk pimpinan, akhirnya terbuka juga jalan bagi keturunan Reje Balantura (Alhudri) untuk kembali ke Negeri Goya, Gayo Lues.

Di hari berkah ini, Jumat (24/3) bertempat di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki melantiknya sebagai Pj Bupati Gayo Lues, Kabupaten yang dijuluki Negeri Seribu Bukit.

“Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban sebagai Pj Bupati Gayo Lues dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,” ucap Alhudri saat pelantikan.

Pj Gubernur Aceh mengingatkan Alhudri untuk senantia membangun komunikasi, koordinasi dan sinergi dengan semua pihak dalam kerja membangun Gayo Lues.

Alhudri juga diminta untuk fokus pada penangganan stunting dan pengentasan kemiskinan serta mendorong pemerintah Gampong dapat mengelola dana desa dengan baik.

Dan, sudah barang tentu untuk memastikan Pemilu dan Pilkada 2024 dapat berlangsung sukses. []

Previous articleKadis Pendidikan Aceh Ajak Kepala SMK Bangun Ekosistem UMKM lewat BLUD
Next articleAchmad Marzuki Lantik Alhudri Sebagai Pj Bupati Gayo Lues

Leave a Reply