“Saya ini orang Aceh.”
Begitulah Jokowi yang pernah menempatkan Aceh sebagai kampung halaman keduanya.
Sekarang bagaimana? Sudah tidak adakah lagi Aceh dihati orang nomor satu di Indonesia itu?
Pasalnya “ikatan keacehan” jika dilihat dari kabinetnya Jokowi sudah tidak ada lagi mentwri asal atau kelahiran Aceh.
Padahal dulunya ada Ferry Mursyidan Baldan, Sofyan Djalil dan Fachrul Razi. Dan, di luar kabinet ada Surya Paloh.
Sejak 2022 hubungan Jokowi dengan Surya Paloh bisa dibilang cukup pelik khususnya ketika NasDem mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden RI untuk Pilpres 2024.
Jika benar sudah tidak ada Aceh lagi di hati Jokowi, apa penyebabnya? Adakah karena “dendam” akibat perolehan suara yang sangat kecil dibanding suara yang diberikan orang Aceh kepada Prabowo.
Rasanya tidak mungkin. Buktinya, Jokowi menempatkan Ferry Mursyidan Baldan dalam jajaran kabinetnya.
Walau kemudian Ferry terdepak, penggantinya tetap tokoh dari Aceh yaitu Sofyan Djalil walau kemudian Sofyan Djalil juga diganti dengan Hadi Tjahjanto.
Tidak hanya Ferry dan Sofyan Djalil, ada juga Fachrul Razi yang dipercaya sebagai Menteri Agama oleh Jokowi dan Ma’ruf Amin.
Sayangnya, hanya dalam waktu satu tahun, Fachrul Razi diganti dan penggantinya bukan lagi dari Aceh.
Jika hubungan Jokowi dengan Surya Paloh retak dan pecah maka sudah berakhirnya “tangan” Aceh di pusat kekuasaan.
Padahal, secara politik ada banyak urusan yang menggaruskan Aceh memiliki koneksi di pusat kekuasaan.
Dulu, ada Susilo Bambang Yudhoyono yang kemudian tugasnya selesai sebagai Presiden RI. Tapi tetap masih ada Jusuf Kalla yang paham dengan urusan Aceh yang belum selesai.
Kini, Aceh sepenuhnya bergantung kepada wakil-wakil rakyat dan daerah yang ada di DPR RI dan di DPD RI. Selebihnya hanya tersisa pertanyaan: entah siapa yang salah?!