Jika ada sektor ekonomi yang patut untuk diseriusi untuk menghasilkan cuan maka itu adalah sektor ekonomi kebudayaan dan kepariwisataan.
Bahkan, untuk Aceh, membenahi sektor ini dapat menjadi exit strategi menghadapi menurunnya dana otonomi khusus Aceh.
Lebih dari itu, menseriusi sektor ini bermakna penyelamatan semesta Aceh dari laju kerusakan lingkungan baik karena aktivitas legal apalagi karena aktivitas ilegal seperti di pertambangan.
Dan, lewat jejaring kebudayaan dan kepariwisataan, Aceh dapat kembali menghidupkan konekting dengan dunia seperti yang pernah terjadi di masa silam yang membuat Aceh berjaya dengan ekonomi hasil alamnya.
Melalui konperensi pers tentang capaian kinerja Tahun 2022 dan Target tahun 2023 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh diketahui jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara terus bergerak pulih paska Aceh diserang pandemi Covid-19, dan Disbudpar Aceh sudah menetapkan target kunjungan pada tahun 2023 meningkat ke angka 2,5 juta kunjungan.
Disampaikan, Aceh terdapat 739 objek wisata dan 1.003 situs banggunan cagar budaya. Dan, untuk mendukung pemajuan kebudayaan dan pariwisata itu Aceh memiliki 535 pemandu wisata, dan 172 kelompok sadar wisata.
Bukan hanya itu, di Aceh juga terdapat 619 hotel bintang dan non bintang, didukung 112 biro perjalanan wisata, 1.747 restoran, rumah makan dan cafe serta 126 usaha cinderamata.
Dilihat dari sisi kewilayahan, maka hampir diseluruh Aceh terdapat destinasi pariwisata Aceh. Di masing-masing zona destinasi juga ada kawasan strategis dan kawasan pengembangan pariwisata Aceh.
Kepala Disbudpar Aceh Almunizal Kamal juga menjelaskan untuk mendukung pencapaian target kunjungan wisatawan di Aceh juga terus diberdayakan desa wisata yang ada diseluruh Aceh.
“Di Aceh terdapat 76 desa wisata yang tergabung dalam jaringan desa wisata (Jadesta) Indonesia,” kata Almunizal.
Disampaukan, Disbudpar Aceh telah dan terus mendorong terbentuknya desa wisata baik melalui sosialisasi dan pelatihan terkait struktur dan pengembangan desa wisata.
Bukan hanya pengembangan desa wisata, Disbudpar Aceh juga melakukan pengembangan SDM bidang kebudayaan dan pariwisata.
“Tentu juga kegiatan branding/promosi budaya dan pariwisata, menggelar event budaya dan pariwisata yang didukung berbagai platform publikasi dan promosi serta juga didukung juga kesepakatan bersama dengan kabupaten dan kota,” katanya.
“Semua ini tentu tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, dan paling utama adalah dukungan dan dorongan tanpa henti dari Bapak Gubernur Aceh, arahan Bapak Sekda Aceh dan juga dukungan DPRA yang akan melakukan pengesahan Qanun Pemajuan Kebudayaan Aceh,” tutup Almunizal.
Itu semua prospek yang mestinya membuat pelaku kebudayaan dan pariwisata di Aceh untuk bergandeng tangan semuanya untuk bangkit dan pada akhirnya dapat ikut memberi cuan bagi Aceh dalam bentuk PAD Aceh. []