Budayawan Indonesia Sujiwo Tejo pernah menyebut renungan yang menghentak kesadaran. Katanya “negeri ini rusak ketika pemimpin jadi dewasa. Karena orang dewasa penuh dendam.”

Advertisement

Sujiwo berharap negeri ini dipimpin oleh laki-laki atau perempuan yang memiliki jiwa kanak-kanak.

“Pagi berantem, sore bermain, seperti Soekarno yang paginya berantem di rapat, sorenya goncengan sama Hatta,” tambah pendalang iyang juga wartawan itu.

Kegelisahan Sujiwo Tejo itu terbaca dari pernyataan yang pernah disampaikan wartawan senior Panda Nababan tentang “balas dendam” politik Jokowi pada penghujung tahun lalu.

Kata Panda, saat ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam perjalanan politiknya tengah memainkan dendam kekuasaan kepada partai-partai politik, termasuk ke NasDem.

Terkait dendam kekuasaan ini, Panda mencontohkan hubungan Jokowi dengan Surya Paloh. Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu sempat mengaku khawatir dengan hubungan keduanya. Pasalnya, keduanya dinilai memiliki bakat ‘balas dendam’ yang membahayakan.

“Dua-duanya ini saya kenal, dalam track record hidup mereka, mereka punya bakat untuk membalas. Itu ngeri,” kata Panda dalam sebuah diskusi di kanal Youtube Indonesia Lawyers Club, Senin (21/11/2022).

Bukan hanya ke Surya Palph, Panda juga mencontohkan kejadian yang menimpa Gatot Nurmantyo dan bahkan dengan Prabowo.

Jadi, mwnurut Panda Jokowi memiliki kemampuan untuk membalas dendam pada siapa saja yang berbuat salah padanya dengan cara tak terduga.

Apakah pernyataan yang disampaikan oleh Panda itu akan terlihat dalam reshuffle Kabinet Indonesia Maju yang sedang menjadi pembahasan ramai pihak saat ini?

Terlepas dari semuanya, dendam kekuasaan memang ada, tapi adanya terasa seperti angin, dapat dirasakan tapi sulit untuk dibuktikan kecuali jika ada orang-prang yang mengungkapkannya lewat kesaksian, seperti cerita Panda Nababan yang banyak diviralkan di media sosial.

Karena itu wajar jika ada yang bilang bahwa orang-orang di kekuasaan ibarat prajurit yang tidak pernah mati. Bisa jadi kalah di satu masa, tapi di masa yang lain justru melejit diposisi penentu.

Dikekuasaan juga berlaku adagium tidak ada kawan dan lawan yang sejati. Kemarin jadi teman yang tak terpisahkan, tapi esok waktu, karena satu peristiwa sudah menjadi lawan pula.

Dan, makin rumit jika relasi di kekuasaan itu disertai dengan dendam. Karena itu, sebagai budayawan yang sudah memahami beragam lakon anak manusia justru memimpikan negeri ini dipimpin kembali oleh lelaki atau perempuan yang berjiwa kanak-kanak, pagi berantem di rapat, sore kembali bermain bersama. []

Previous articlePPJI Aceh Perkenalkan Produk UMKM dan Kuliner Khas Aceh di Kharisma Event Nusantara 2023
Next articleTidak Sombong, Meski Sudah Terkenal Bunda Corla Tak Meninggalkan Kerja di McDonald’s

Leave a Reply