Kabarnya, dua orang calon Direktur Utama Bank Aceh Syariah (BAS), pada Kamis (19/1) lalu, sudah menjalani fit and proper test atau uji kemampuan dan kepatutan oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebelumnya, berkembang berbagai usulan, juga desakan bahkan dugaan terhadap seleksi calon Dirut BAS. Ada yang mendesak agar Pemegang Saham Pengendali (PSP) untuk memilih calon dari kalangan internal.
Salah satu alasan yang dikemukakan Bank Aceh selayaknya dipimpin oleh orang Aceh. Masak orang Aceh yang menjalankan syariat Islam tidak mampu memimpin bank syariah? Apa kata dunia?!
Sebaliknya, ada pula yang mendorong agar PSP memilih sosok yang profesional, dan karena itu tidak harus orang Aceh. Salah satu argumen yang dikemukakan adalah harapan agar BAS dapat membenahi kultur kerja sehingga BAS dapat berkontribusi lebih nyata lagi bagi pembangunan Aceh.
Ada juga yang sudah mengambil kesimpulan bahwa yang akan terpilih adalah calon yang disebut memiliki hubungan dengan PSP. Sebuah foto bersama antara Pj Gubernur Aceh dengan salah satu calon menjadi dasar dari dugaan yang ikut dinarasikan melalui media.
Padahal, regulasi terkait perbankan menegaskan bahwa kunci untuk menjadi, termasuk Dirut di bank ada di fit and proper test. Pemegang saham boleh melakukan berbagai pendekatan rekrutmen baik secara headhunter, dipilih calon melalui RUPSLB, maupun melalui rekrutmen terbuka.
Ujungnya, siapapun yang dipilih menjadi calon Dirut BAS pasti wajib melalui proses uji kemampuan dan kepatutan oleh OJK. Artinya, sebelum menjalankan tindakan, tugas dan fungsinya sebagai Dirut BAS wajib lulus dan memperoleh persetujuan OJK.
Merujuk ulasan Abdul Mongid, Guru Besar STIE Perbanas Surabaya di media investor.id, fungsi bank sebagai intermediasi sangat menentukan perekonomian suatu bangsa.
Untuk itu, siapa yang layak untuk menjadi pimpinan di bank, prosesnya tidak boleh hanya ditentukan oleh pemegang saham namun juga oleh otoritas sebagai wakil penjaga kepentingan publik, yaitu OJk.
Peran otoritas di sini adalah sebagai wakil (delegated monitor) dari deposan dan pemangku kepentingan (stakeholder) lain untuk memastikan bahwa bank ini dijalankan sesuai yang diharapkan. Fit and proper test adalah titik krusial dalam menjaga integritas sistem keuangan.
Menurut Abdul Mangid, di Inggris untuk menjadi pemilik dan pengurus klub bola juga harus lulus fit and proper test. Proses ini penting untuk mencegah orang- orang yang mempunyai catatan ”tidak bersih” seperti fraud atau personal yang mempunyai sikap tidak bagus untuk mengelola bank.
Sebagaimana dikutip Katadata dari catatan The Guardian, setiap orang yang ingin menjalankan klub sepak bola, mengambil alih sebagai direktur, atau memiliki lebih dari 30 % saham klub wajib lulus dalam uji kelayakan dan kepatutan.
Kebijakan ini muncul karena kekhawatiran pihak berwenang atas kemungkinan adanya penipuan yang bermaksud untuk mengambil alih klub sepak bola secara semena-mena.
Disebutkan, salah satu direktur yang gagal dalam uji kemampuan dan kelayakan ini adalah Direktur Rotherham United Dennis Coleman. Dalam penuturan The Guardian, Coleman memiliki masalah keuangan dan sudah pernah masuk ke dalam ranah administrasi dua kali.
Di Indonesia uji kemampuan dan kelayakan tidak hanya dilakukan di bank, juga dilakukan diberbagai lembaga atau badan lainnya, bahkan di TNI sebagaimana yang dijalani oleh Yudo Margono awal Desember tahun lalu.
Di Aceh fit and proper test juga tidak asing lagi, pernah dilaksanakan pada tahun 2017 dan hasilnya 51 orang dilantik sebagai pejabat eselon dua. Mereka yang dilantik merupakan hasil seleksi terbuka yang dilakukan Panitia Seleksi (Pansel) Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) Pemerintah Aceh.
Begitu pula dengan pemilihan Sekda Aceh usai Darmawan berakhir masa tugasnya. Panitia seleksi dibentuk secara terbuka dan 10 calon yang mendaftar menjalani uji kemampuan dan kelayakan yang kemudian menghasilkan tiga calon untuk disampaikan kepada Presiden RI.
Di bank, ada konsekuensi jika tidak lulus uji kemampuan dan kelayakan. Jika bermasalah di integritas dan reputasi keuangan maka dilarang untuk menjadi pengendali/memiliki saham, menjadi direksi, komisaris atau pejabat eksekutif. Dan jika dinilai tidak memiliki kompetensi maka dilarang untuk menjadi direksi, komisaris atau pejabat eksekutif di bank.
Jadi, mari menghormati proses yang digariskan oleh regulasi yang ada sehingga ruang kebebasan berekpresi tidak malah berdampak negatif bagi bank Aceh, yaitu menurunnya kepercayaan berbagai pihak kepada Bank Aceh Syariah. []