BANDA ACEH, RUBRIKA – Menyambut Bulan Imunisasi Campak Rubela atau Bulan Imunisasi Nasional, Dinas Kesehatan Aceh bekerjasama dengan UNICEF dan Yayasan Darah Untuk Aceh (YDUA) menggelar workshop Bulan Imunisasi Campak Rubela. Dalam pelaksanaan workshop ini, Dinas Kesehatan Aceh menggandeng narasumber dari Kementerian Kesehatan, MPU (Majelis Purna Ulama), IDAI (ikatan Dokter Anak Indonesia), AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia), UNICEF dan narasumber dari Dinas Kesehatan Aceh.

Advertisement

Bulan Imunisasi Nasional merupakan kegiatan pemberian satu dosis imunisasi tambahan Campak-Rubela secara masal tanpa memandang status imunisasi sebelumnya. Sebagai upaya untuk memutuskan transmisi penularan virus Campak dan Rubela sekaligus melengkapi imunisasi (imunisasi kejar) bagi anak balita yang belum lengkap status imunisasinya. Dr. dr. Raihan, SpA (K) narasumber dari IDAI memaparkan bahwa Rubella ini harus menjadi perhatian kita semua karena satu kasus rubella dapat menularkan kepada 5 – 6 orang yang tidak kebal, 25 – 50 % dari orang yang terinfeksi asimptomatik dan infeksi rubella pada ibu hamil akan mempunyai risiko yang sangat besar.

Beliau juga menyampaikan apabila seseorang sudah terkena campak dan rubella maka yang harus dilakukan yaitu: Anak harus cukup diberikan cairan dan kalori, penderita dengan usia dibawah usia 5 tahun perlu diberikan vitamin A, dan istirahat yang cukup. Tidak ada pengobatan spesifik untuk virus rubella, terapi hanya dilakukan untuk memperbaiki kalainan yang timbul, katarak atau penyakit jantung bawaab bisa dengan perasi, gangguan pendengaran dengan impantasi kohlea dan keterlambatan perkembangan bisa dilakukan fisioterapi, terapi wicara, okupasi dan sekolah khusus. Sedangkan Dr. Tgk. H. Muhibbuththabary, M. Ag yang akrab disapa Abon Muhib dari MPU menyampaikan bahwa ulama selalu mendukung semua kegiatan yang menyangkut dengan kemaslahatan ummat.

Beliau menyampaikan bahwa khusus di Aceh bahwa imunisasi itu tidak ada persoalan dan diterima oleh masyarakat, pada kontek ini istilah imunisasi itu positif dan istilah vaksin identik dengan COVID-19 sehingga ada penolakan dari masyarakat. Dinkes dan MPU akan menjadi pilar – pilar penggerak kedepan dalam menyampaikan informasi tentang imunisasi kepada masyarakat.

Abon Muhib menambahkan bahwa beliau bangga bertemu dengan perwakilan Dinas Kesehatan kabupaten/ Kota karena informasi yang didapatkan dari Kemenkes sangat nyambung dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinkes Aceh. Pada prinsipnya kita berusaha dan Allah SWT yang menentukan tapi kita manusia harus tetap berusaha. Abon Muhib menambahkan bahwa dalam Kitab Fiqh mencantumkan bab Thaharah sebagai bab I, yaitu tentang kebersihan dan kesucian diri, jadi dalam agama itu kesucian lebih tinggi daripada bersih. Pada kaitannya dengan imunisasi bisa kita lihat ada nilai – nilai kebersihan dan kesucian.

Jika terjadi pertentangan pada status halal dan haram dan pertentangan itu lebih banyak pada penyebaran isu – isu yang tidak benar dan sangat berpengaruh dalam masyarakat. Lebih lanjut Abon Mujib menyampaikan bahwa pada dasarnya agama membolehkan semua bisa kita miliki dan kita makan dan minum kecuali kalau ada dalil yang mengatakan bahwa yang kita minum itu haram. Maka jelas dalam agama sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menyebutkan bahwa “(Sesuatu) yang halal telah jelas dan yang haram juga telah Jelas, dan diatara keduanya ada perkara syubhat (samar-samar).

Barangsiapa menjaga diri dari perkara yang syubhat itu berarti ia telah menjaga agama dan kehormatannya. Adi Warsidi dari Aliansi Jurnalis Indonesia menyampaikan bahwa masyarakat harus bijak dalam menerima informasi dari media terkait dengan imunisasi dan vaksinasi karena semakin maraknya informasi hoaxs yang beredar dimasyarakat bisa membuat keresahan dan kepanikan sehingga menimbulkan penolakan terhadap imunisasi dan vaksinasi. Dalam penutupan workshop dr. Iman Murahman selaku Kepala Bidang P2P

Dinas Kesehatan Aceh mengharapkan peserta untuk dapat membuat rencana persiapan bulan imunisasi nasional di kabupaten/ kota masing – masing dan tentunya dengan melibatkan semua bidang di Dinas Kesehatan dan Kerjasama lintas sector sehingga rencana bulan imunisasi bisa terlaksana dengan baik. Sebagaimana diketahui, tujuan SDG’s (Sustainable Development Goals) adalah pemberantasan campak dan rubela terutama pada anak-anak. Indonesia berkomitmen untuk mencapai eliminasi campak dan rubella pada tahun 2026 sesuai dengan prioritas regional dan global terbaru.

Dalam rangka mencapai target global eliminasi campak dan rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS) tahun 2023, Indonesia secara bertahap melakukan introduksi imunisasi rubela ke dalam program imunisasi rutin pada tahun 2017-2018, diawali dengan kampanye dan introduksi imunisasi Measles Rubella (MR). Sasaran program ini adalah anak dari usia 9 bulan – 15 tahun. Penyakit campak dan rubella bisa menyerang semua golongan umur. Berdasarkan data Subdit Surveilans Kementerian Kesehatan tahun 2019, sebanyak 89% kasus campak diderita oleh anak usia < 15 tahun.

Kasus campak dan rubella di Indonesia mengalami penurunan sejak adanya kampanye dan introduksi imunisasi campak dan rubela. Campak (measles) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan dapat ditularkan melalui batuk dan bersin. Penyakit ini sangat mudah menular dan banyak menyerang anak-anak.

Gejala campak termasuk demam tinggi (suhunya dapat mencapai hingga 40° C), bercak kemerahan di kulit, konjugtivitas, batuk, dan hidung berair. Selain itu, anak yang menderita campak menjadi lemas dan nafsu makannya menjadi menurun. Rubela atau yang sering disebut juga campak Jerman, adalah penyakit menular yang juga disebabkan oleh virus. Penularannya terjadi melalui udara. Pada anak, gejala dari penyakit ini biasanya hanya demam ringan (dengan suhu 37,2° C) atau bahkan tanpa gejala sehingga sering tidak terdeteksi.

Rubela atau disebut juga Campak Jerman jika menginfeksi ibu hamil biasanya bergejala ringan namun dapat menyebabkan bayi lahir cacat seperti katarak genital, penyakit jantung bawaan, tuli dan gangguan perkembangan mental. Berdasarkan data yang diambil dari kementerian kesehatan RI, Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus campak terbanyak di dunia.

Cakupan imunisasi MR (measles and rubella) di Indonesia secara total meskipun belum 95 persen tapi dalam periode 2 tahun mencapai 87,33 persen. Untuk Provinsi Aceh sendiri, berdasarkan data dari buku Statistik Indonesia tahun 2020, Aceh merupakan provinsi terendah untuk untuk persentase balita yang mendapatkan imunisasai dasar lengkap yaitu sebesar 19,26 persen. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintah untuk bisa meningkatkan cakupan imunisasi dasar lengkap bagi balita yang ada di Aceh. (YDUA)

Previous articleGubernur Nova Resmikan Gedung Balai Pelatihan Kesehatan Aceh
Next articleRealisasi Investasi Aceh Tahun 2021 Capai Rp. 10,89 Triliun

Leave a Reply