Samarkilang
Nova Iriansyah
Kata orang ada negeri nun di sana,
Orang bilang alamnya indah menawan,
Banyak gumam ini negeri anugerah,
Tentu hadiah dari sang Tuhan.
Di sana,
Awan dapat kuregam,
Embunpun ada dalam genggaman,
Udara sejuk jadi selimut kehangatan,
Kaku jemari bak lincah tarian,
Jalan berbatu diapit hutan,
Gunung di kanan di kiri jurang dalam,
Gemericik air mengiringi angin semilir,
Guncang roda bak tabuhan gendang,
Jalan berlubang bak simponi menghanyutkan.
Wahai negeri aku datang,
Rindu kan kujelang,
Sumbang kan kuhapus hilang,
Samarkilang…aku datang.
Gunung Salak, 12 September 2020.
Bisa jadi, 58 dari 81 anggota DPRA sedang menikmati secangkir kopi interpelasi hasil adukan paripurna 10 September 2020, seraya melamunkan akhir babak kerja politik pemakzulan.
Tapi, sebagai penikmat kopi, Nova tahu cara nikmat menikmati kopi pahit sambil mengirim sepotong pesan tentang Samarkilang yang terabaikan, termasuk dari perhatian wakil rakyat.
Saat berada di Gunung Salak menuju Samarkilang, Bener Meriah, usai melakukan kunker di Tamiang, Langsa dan Aceh Timur, Nova menulis puisi berjudul Samarkilang.
Samarkilang memang negeri nan jauh, termasuk jauh dimata dan jauh pula dihati. Jadi tidak heran jika Tgk Husnul, Wakil Ketua DPRA Bener Meriah pernah berkata bahwa masyarakat Samarkilang belum menikmati kemerdekaan infrastrukrur.
Maka tidak heran pula jika dalam Musrenbang Kecamatan aspirasi warga terhadap jalan kembali disampaikan.
Sayang, aspirasi masyarakat ini ditingkat Aceh justru dipatahkan dengan Paripurna DPRA.
Solusi multiyear dari Pemerintah Aceh justru dinilai pelanggaran. Bahkan, kini MYC dijadikan salah satu alasan interpelasi.
Samarkilang memang indah. Benar-benar hadiah dari Tuhan. Sayang, anugerah itu terhalang politik kepentingan penuh kemarahan.
Akhirnya, negeri yang indah dimana awan bisa digemgam, embun bisa disentuh tangan, mata dimanja pemandangan, air mengalir meneduhkan, satwa berkicau menghibur hati tak masuk dalam perhatian demonstran untuk disuarakan.
Akhirnya, Samarkilang yang terletak di tengah-tengah belantara hutan yang berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur, dan Aceh Tamiang, tinggal disegenggam tangan kebijakan Nova.
Untungnya, diujung puisinya rakyat bisa membaca cetusan tekad untuk menghapus sumbang. Kata Nova: “Samarkilang, aku datang!”