Ia bergegas, tangannya lihai mengangkat gayung tehnya tinggi-tinggi sebelum menuangkannya ke gayung lainnya. Menarik-narik mereka seperti temali sewarna gading yang tak putus. Saya terpesona dibuatnya. Kalau saya berdiri di sana, barangkali sejak tadi teh berhamburan tumpah dimana-mana.

Advertisement

“Kakak minum dulu ya, ini special,” katanya.

Waktu menunjukkan pukul 11.18 WIB saat Novita Riantika atau akrabnya dipanggil Ika dan saya mulai mengobrol-melepas rindu. Barista perempuan yang belum lama ini diundang oleh Dedi Corbuzier dalam acara Hitam Putih terlihat berbinar saat menyambut saya.

“Ika apa kabar? Lama kali kita gak jumpa”.

Ah iya, itu sekitar hampir dua tahun yang lepas. Saya mengenal Ika secara personal jauh sebelum ia menjadi kepala barista di Teh Tarik Aceh yang terletak di Cipete – Jakarta Selatan. Waktu itu, sekitar tahun 2016. Setahun setelah ia mulai menyaring kopi di Abuwa Kupi – Lhokseumawe.

Sambil pelan menyesap lambat-lambat. Gadis 22 tahun dengan paras kuning langsat itu bercerita pada saya tentang mimpi dan rahasia tetap kuat merantau di Jakarta. Mimpi Ika adalah kombinasi keinginan, cita-cita dan marwah. Ingatan saya terbang pada Merry Riana dengan mimpi sejuta dollarnya.

Saat saya menyinggung penampilannya di Hitam Putih ia sumringah. “itu cita-cita Ika dari kerja di Abuwa kak. Alhamdulillah jadi kenyataan”

Ia selalu rindu pada Aceh dan keluarga. Itulah mengapa kesempatan di sini ia anggap sebuah akademi yang melatihnya bukan hanya terampil menarik kopi juga menahan diri dan manajemen keuangan. Membuka resto dan warung kopi milik sendiri adalah cita-citanya. Bukan senang, Ayah Ibunya sudah berpisah sejak Ika masih SMP dan hidupnya sudah keras sejak kecil.
“Kenapa harus kopi dan kenapa harus kopi Aceh? Bukannya banyak kafe yang ada disini?” Tanya saya.

Bukannya tak memilih, Ika hanya mau di kedai kopi Aceh. Baginya itu adalah identitas, Aceh adalah tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Ia ingin selalu ingat dan tak lupa pada siapa dirinya.

Ika mengaminkan betapa maskulinnya kesan sebuah warung kopi, tetapi ia punya lebih dari satu alasan untuk bergerak di dunia kopi.

Sebuah luka yang Ika kecil simpan dan masih terasa perih dihatinya hingga kini. Ia pernah dipermalukan di warung kopi. Ika yang masih kecil tersudut tak mampu menjawab hinaan orang, namun mengucap janji di dalam hati. Martabatnya yang dihina hari ini di warung kopi akan dipungutnya kembali. Disini di warung kopi. []

Previous articleAbdya Menjadi Juara Umum Expo Ternak 2019
Next articleRapat Dengar Kesaksian Tahun 2019: “Mengungkap Masa Lalu, Menata Masa Depan”

Leave a Reply